Ya sudah lama saya tidak update nih. Daripada blog ini sepi tidak ada yang baru dikarenakan ada sesuatu hal, saya hanya share aja cerpen buatan kategori remaja. Ya simak aja cerpennya. Selamat Membaca.
Pagi ini berlalu begitu cepat, sama halnya pula dengan pagi yang selalu Riko jalani. Riko adalah seorang anak laki-laki yang berusia 16 tahun, sekarang ia duduk di bangku Sekolah Menengah Atas Pelita Indah kelas XI. Seperti biasa Riko hanya bias mengukir jejek langkah kaki yang tidak begitu berarti pada setiap hembusan nafasnya, anggapan yang selalu muncul pada diri Riko. Entah apa yang ia cari, mungkin hidup ini belum terlalu memiliki arti dan kesan, seakan sia-sia saja Riko menjalaninya.
Di pagi itu udara yang masih menusuk sampai ke jiwa, sang surya yang enggan menampakkan dirinya, Riko bergegas untuk ke sekolah dengan langkah kecilnya yang terlihat sayup-sayup. Riko merasa baru pertama kali masuk sekolah, ia menganggap bahwa ia adalah siswa baru di sekolah itu, yang nyatanya Riko sudah berada disini selama setengah tahun. Maklum Riko merupakan anak yang cukup cerdas. Di semester genap ini, ia diimpor dari kelas yang awalnya biasa saja sampai ke kelas yang bisa dibilang kelas para masternya. Riko sebenarnya merasa enggan untuk pindah kelas, mengingat ia telah banyak mendapatkan teman yang baik di kelas lamanya. Apa dikata peraturan tetap peraturan, ia tetap harus meninggalkan kelas lamanya yang terasa merindukan itu.
Wajah yang terasa asing dari pandangan Riko yang membuat patah semangat saja, serasa hidup dimulai dari nol.
“Huuum... tapi kucoba menguatkan diri”, hiburan yang muncul dari benak Riko.
“Hai, boleh kenalan?”, ajakan Riko pada seorang gadis yang ditatapan matanya terasa ada aura persahabatan yang baik, dengan postur tubuh yang tinggi, kulit sawo matang, rambut yang terurai panjang dengan ikatan rambut berwarna biru.
“Iya”. Suara yang keluar dari bibir merah yang tipis gadis itu.
Dada ini terasa deg-degan seakan tidak percaya kalau gadis itu mau merespon, mengingat raut wajahnya yang terlihat cuek dan garang.
“Aku Riko”, sambil memberikan tangan pada gadis itu.
“Panggil saja Aku Sely”, ucapan yang keluar dengan pipi yang sedikit masuk ke dalam.
Entah mengapa setelah mendengar suara gadis itu, semangat yang tadinya sirna seakan tumbuh kembali, malah sampai tingkat maksimum di dalam diri Riko, terasa ada aura yang tumbuh dengan penuh energi.
Kriiiing... suara panjang yang muncul dari luar kelas seakan meretakan khayalan singkat Riko.
“Anak-anak pelajaran hari ini cukup sampai disini, kita jumpa lagi pada hari esok”, ucapan guru matematika yang terdengar sepoi-sepoi masuk ke telinga Riko. Saat melintasi lorong-lorong kecil, Riko tiba-tiba mengingt cewek yang disapanya tadi. Sambil tersenyum dan langkah kaki Riko terasa ringan. “Mengapa hati ini? Mungkinkah Aku jatuh hati pada gadis itu?”, Riko bertanya pada dirinya sendiri. Perasaan yang terus menggebuh-gebuh mulai muncul dari lubuk hati Riko yang paling dalam, seakan mau melayang-layang di angkasa.
.
“Bu, Aku mau pamit dulu ke sekolah”, ucapan lembut Riko pada sang bidadari baginya. Riko mulai menganggap bahwa langkah kakinya ini merupakan kunci masa depan yang gemilang. Dengan penuh semangat pagi itu, Riko ingin cepat-cepat tiba di ruang kelasnya yang berukuran 8x8 meter itu. Setibanya di ruang kelas yang msih gelap itu, pandangan Riko hanya tertuju pada bangku pojok sebelah kiri, tatapan Riko yang tajam terus menatap penuh arti.
“Selamat pagi, Sel”, sapaan hangat yang dilontarkan Riko. Namun gadis itu hanya diam dan tampak kebingungan.
“Sel, kok kamu kelihatan bingung begitu, ada masalah apa?”, tanya Riko dengan penuh khawatir.
“Ini loh, Rik. Kan sebentar mau ulangan matematika, tapi semalam Aku ketiduran dan lupa belajar”, rengek Sely pada Riko.
Suasana sejuk di pagi itu.
“Tenang aja Sel, pasti gampang ulangannya kok”, jawab Riko denga santai.
“Ha... gampang? Rik, Aku masalah berhitung itu agak kurang”, jawab Sely dengan penuh keraguan.
“Sebentar nanti Aku yang bantu kamu, Aku kan pintar menghitung. Lihat nih 1+1=2, pintar kan Aku?”, kata Riko dengan penuh canda.
“Hahaha... biar anak TK juga tahu kali kalau begitu soalnya. Kamu ada-ada saja, Rik”, jawab Sely sambil tertawa.
.
Kriiiing... bel jam istirahat telah selesai berbunyi.
“Anak-anak, siapkan kertas dan pulpen di atas meja kalian tanpa ada pengalas dan jangan ada yang menyontek”, tegas Bu Yana, guru matematika.
“Ya, Bu”, serentak anak-anak menjawab.
“Rik... Rik... jawaban kamu dong, biar satu Aku belum jawab nih”, kata Sely dengan penuh kepanikan. Sambil memberikan kertas ulangannya, Riko berkata, “Cepetan catatnya ya”.
“Ehem... Riko, Sely, keluar dari ruangan sekarang dan kalian berdua dianggap gagal dalam ulangan ini”.
“Ta... Tapi, Bu. Ini semua salah Aku, Riko tidak perlu dikeluarin juga”, suara Sely dengan penuh ketakutan dan rasa bersalah.
“Rik, maafin Aku. Gara-gara Aku, kamu dikeluarin”, ucapan Sely penuh rasa bersalah.
“Sel, santai saja. Aku ikhlas kok dikeluarin. Jangan takut Aku tidak marah sama kamu”, tutur kata lembut meyakinkan Sely.
Kriiiing... di sepanjang jalan Sely terus berpikir, “Sebenarnya Riko itu kenapa?”, Sely merasa bingung dengan kebaikan Riko yang terlalu berlebih itu, sambil tersenyum Sely terus mengendarai kuda besi yang beroda itu.
.
Hari-hari terus mereka lewati dengan canda dan tawa, dengan kebahagiaan yang selalu mereka lontarkan pada setiap harinya. Namun pada suatu hari semua itu berubah menjadi perasaan saling suka, hingga Riko berani mengungkapkan perasaannya itu pada Sely.
“Sel, pulang bareng yuk, ada yang mau Aku bilang sama kamu”, kata Riko.
“Apa, Rik? Aku jadi penasaran banget ingin tau”, kata Sely yang penuh teka-teki.
“Sel, Aku mau jujur sesuatu, kalau Aku tidak mengatakan, Aku rasa pusing terus tidak konsen belajar, tapi kamu jangan marah”.
“Apa, Rik? Katakan saja. Aku tidak marah kok”, ucapan janji Sely meyakinkan Riko.
“Aku ingin kamu jadi orang yang lebih dari seorang temanku, Sel. Aku jatuh cinta sama kamu sejak pertama masuk ruangan ini, cinta pada [andangan pertama, Sel”.
“Ha...!!”, dengan penuh kaget tapi bercampur senang Sely menjawab.
“Rik, bukannya Aku tidak mau sama kamu. Tapi, Aku sudah janji sama kakakku belum mau Pacaran sebelum aku sukses dan membahagiakan orang tuaku.”
Mendengar ucapan Sely, hati Riko terasa sakit. Namun ia tidak bisa berbuat banyak lagi, ia hanya bisa menjalaninya hanya sebatas sahabat saja.
“Rik, Aku juga mencintaimu, tapi Aku tidak mau melanggar janjiku itu. Aku pengen kita bersahabat dulu, siapa tahu kelak takdir akan menyatukan kita”.
Hati Riko terasa tenang juga setelah mendengar ucapan Sely yang penuh meyakinkan itu, ia hanya bisa berdoa dan berharap semoga Yang Maha Kuasa akan mengbulkannya.
Setelah kejadian itu, Riko dan Sely masih tetap menjalani kesehariannya dengan normal, ada canda dan tawa.
.
~TAMAT~